PostNusantara- Net( yogyakarta) Pada hari sabtu malam, tanggal 16 Agustus 2025 kami mendapat informasi/aduan dari
warga masyarakat terkait terjadinya peristiwa kekerasan seksual terhadap anak di bawah
umur yang terjadi di kabupaten Gunungkidul sehingga menyebabkan korban hamil. Akibat
peristiwa tersebut, korban dan keluarganya mengungsi ke tempat saudaranya dan ditinggal di
wilayah kota Yogyakarta dikarenakan merasa tidak nyaman tinggal dirumahnya. Berdasarkan
aduan tersebut, pada hari jumat, tanggal 21 Agustus 2025 kami menjenguk korban dan
keluarganya, yang kemudian setelah mendengar cerita dan melihat bukti-bukti dari keluarga
korban, kami memperoleh beberapa data dan fakta yang dapat kami uraikan dalam kronologi
sebagai berikut :
Bahwa seorang anak perempuan yang berusia 15 tahun, warga Gunungkidul telah
menjadi korban persetubuhan secara paksa/kekerasan seksual yang diduga dilakukan
oleh laki-laki dengan usia kurang lebih 20 tahun yang merupakan tetangganya sendiri,
bahkan masih memiliki hubungan saudara dengan korban dan keluarganya;
Persetubuhan/kekerasan seksual tersebut dilakukan pertama kali sekira bulan Februari
2025, dan dilakukan sebanyak enam kali dalam waktu yang berbeda. Peristiwa
tersebut baru diketahui oleh keluarga korban pada bulan Juli 2025, ketika Ibu korban
memeriksakan korban ke lembaga pelayanan kesehatan yang dari hasili pemeriksaan
tersebut korban dinyatakan hamil
Bahwa setelah terjadinya peristiwa persetubuhan/kekerasan seksual tersebut diketahui,
keluarga korban melaporkan kejadian tersebut ke pemangku wilayah, yang kemudian
dilakukan pertemuan dengan dihadiri oleh terduga pelaku dan keluarganya serta
beberapa unsur masyarakat kampung. Dari hasil pertemuan tersebut tidak ada
kesepakatan atau penyelesaian perkara, namun dalam pertemuan kedua di waktu yang
berbeda, terdapat kesepakatan perdamaian yang dituangkan dalam bentuk perjanjian
tertulis antara pihak korban dan pelaku dengan dihadiri/disaksikan oleh ketua RT,
ketua RW, sesepuh kampung, unsur karang taruna, Ibu kepala dusun, dan lain-lain;
Bahwa dikarenakan sebulan kemudian pelaku tidak merealisasikan perjanjian
perdamaian, maka pada hari selasa tanggal 12 Agustus 2025, orangtua (ayah) korban
melaporkan peristiwa persetubuhan/kekerasan seksual tersebut ke Polres Gunungkidul
dengan bukti Laporan Polisi Nomor : LP-B/75/VIII/2025/SPKT/Polres
Gunungkidul/Polda D.I Yogyakarta;
Bahwa terhadap laporan tersebut, penyidik pemeriksa perkara telah memeriksa korban
dan orangtuanya, serta mengumpulkan barang bukti/alat bukti yang diperlukan;
Bahwa setelah melaporkan peristiwa persetubuhan/kekerasan seksual tersebut, korban
dan keluargannya mendapatkan intimidasi dari beberapa orang, yang membuat hidup
mereka merasa tidak nyaman, sehingga mereka terpaksa meninggalkan rumah dan
mengungsi ke kota Yogyakarta.
Berdasarkan uraian kronologi tersebut diatas, ada beberapa point penting yang menjadi
catatan kami, yaitu :
Bahwa perbuatan terduga pelaku tersebut diatas melanggar ketentuan Pasal 81 ayat
(1) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 tentang Perlindungan
Anak yang menyatakan “setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan
atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah)”;
Bahwa jika ditinjau dari aspek sosial, upaya perdamaian sah dan dapat dilakukan
antara korban dan pelaku, namun perjanjian perdamaian tersebut hanya dapat
digunakan untuk menjaga hubungan baik untuk para pihak, dan membangun
keseimbangan sosial yang baik namun, secara yuridis perjanjian perdamaian tersebut
tidak dapat menghentikan proses hukum yang berjalan karena tindak pidana
persetubuhan/kekerasan seksual secara fisik merupakan delik biasa, sehingga tidak
dapat dilakukan upaya restorative justice. Penghentian perkara kekerasan seksual
melalui upaya restorative justice hanya dapat dilakukan terhadap pelaku anak di
bawah umur, sedangkan dalam peristiwa ini pelakunya adalah orang dewasa;
Bahwa pemaksaan perkawinan anak, terlebih untuk anak korban dengan pelaku
pemerkosaan adalah termasuk jenis tindak pidana kekerasan seksual, sehingga
terhadap pihak-pihak yang memaksa agar perjanjian perdamaian tersebut dapat
dilaksanakan dengan poin pokoknya adalah menikahkan anak korban dengan pelaku
pemerkosaan, maka terhadap mereka dapat diancam pidana penjara berdasarkan Pasal
10 ayat (1) dan ayat (2) UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana kekerasan
Seksual;
Bahwa terhadap korban pemerkosaan/kekerasan seksual semestinya mendapatkan
perhatian dan dukungan dari berbagai pihak termasuk dukungan dan perlindungan
dari lingkungan terdekat dalam berbagai bentuk dan upaya misalnya mendengarkan
cerita korban, memberi suport dan membantu merencanakan upaya terbaik/pemulihan
korban serta membantu mendapatkan rujukan layanan yang diperlukan seperti
layanan bantuan hukum, layanan konseling kejiwaan, dan lain-lain, bukan malah
memberikan stigma negatif pada korban, mengucilkan korban, atau perlakuan buruk
lainnya yang justru dapat membatasi, menghambat, dan menjauhkan korban dari
upaya pemulihan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, saya; MY Esti Wijayati, S.H, Wakil Ketua Komisi
X DPR RI yang membidangi pendidikan, kebudayaan, riset & teknologi, pariwisata &
ekonomi kreatif, pemuda & olahraga, menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Mengutuk keras segala bentuk kekerasan seksual terhadap anak;
2. Mendorong dan mendukung Polres Gunungkidul untuk melakukan proses penegakan
hukum terhadap perkara tersebut dengan segera menangkap dan menahan pelaku;
3. Mengajak berbagai pihak seperti lembaga perlindungan anak, lembaga hukum,
lembaga perlindungan saksi dan korban, serta berbagai pihak lainnya untuk
memberikan perlindungan dan mengupayakan pemenuhan hak-hak korban;
4. Mengajak seluruh masyarakat khususnya masyarakat di lingkungan korban untuk
menciptakan ruang yang aman dan memberikan rasa yang nyaman terhadap korban
kekerasan seksual;
5. Mendorong pemerintah daerah kabupaten Gunungkidul untuk memberikan perhatian,
perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban anak yang mengalami kekerasan
Penulis @ Esti Wijayanti,SH.
Wakil ketua komisi X DPR- RI